Novel Bumi Lorosae

Novel

Bumi Lorosae

Bapak Mayjen Nugraha Gumilar
Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia

Beliau menyatakan persetujuan dan dukungan terhadap Program yang diinisiasi oleh Letjen TNI (Purn.) Kiki Syahnakri dan Almarhum Letjen TNI (Purn.) Doni Monardo untuk membuat Novel Persahabatan Indonesia-Timor Leste dengan menekankan aspek rekonsiliasi dan persahabatan antara Indonesia dan Timor Leste.

Sinopsis

Novel ini berkisah tentang sebuah negara demokratis di sisi timur Indonesia (Timor-Leste), bekas koloni Portugis lebih kurang 450 tahun dengan latar budaya pascakolonial yang kompleks dan konstelasi politik yang sarat pertikaian antarfaksi internal pasca Revolusi Bunga di Portugal (1974). Satu fase sejarah masyarakat Timor-Portugis setelah tumbangnya kekuasaan Portugis yang biasa disebut dengan era Dekolonisasi di mana semua koloni Portugis berpeluang untuk mempersiapkan kemerdekaan masing-masing. Lahirnya partai-partai politik yang dipersiapkan untuk melepaskan diri dari kolonialisme panjang itu tidak berlangsung mulus, tapi dikacaukan oleh pertikaian tentang gagasan kemerdekaan, sebagaimana tergambar dalam ideologi dari 4 partai politik, yaitu Fretilin, Apodeti, UDT, Kota, dan Trabalista. Satu kaum menginginkan kemerdekaan penuh, sementara yang lain menginginkan otonomi khusus sekaligus menuntut pertanggungjawaban pemerintah kolonial. Ada pula kelompok yang merasa Timor-Portugis tidak perlu mendeklarasikan kemerdekaan. Sebab, baik secara kultural, geopolitik, maupun ekonomi, sebelum era kolonialisme, mereka adalah bagian dari Nusantara di mana negara terdekat adalah Republik Indonesia. Perbedaaan visi bernegara itulah yang kemudian menjadi pemicu perang sipil antara kaum pro-kemerdekaan (Fretilin) versus kaum pro-integrasi (UDT-Apodeti) dari 1976 hingga 1999.

Dalam konteks latar sejarah inilah, cerita akan berpusat kepada karakter utama, yang diambil dari kisah nyata yang benar terjadi, yakni kisah Boby Rahman atau Elito , yang merupakan mantan panglima Falintil (sayap militer Fretilin), Brigadir Jenderal Timor Leste, Mr. Lere Anan Timur , putra yang puluhan tahun lalu diadopsi dan dibawa ke Jakarta oleh seorang perwira kepolisian. Masa itu Boby bernama Elito, lahir di hutan persembunyian yang kemudian dianggap beban perjuangan, lalu ditinggalkan dengan harapan diselamatkan oleh musuh. Dalam lingkungan keluarga angkat itu, Elito dibesarkan secara layak, disayangi, dididik seperti anak kandung sendiri.

Kisah demi kisah kemudian akan bergulir dalam setiap episode relasi konflik, intrik, percintaan dan persaudaran yang terjadi antara elito dengan berbagai karakter penokohan lainnya, yang merjaut menjadi sebuah cerita fictionalisasi sejarah dengan tujuan untuk memperlihatkan aspek lain sejarah kemanusian yang terjadi antara Indonesia dan Timor Leste, dengan lebih berimbang,  setara dan mempererat hubungan persaudaraan yang terjalin.